Senin, 13 April 2015

Indonesia Darurat Insinyur Konstruksi

Sektor jasa konstruksi tengah mengalami ‘darurat insinyur’. Banyak kontraktor dan konsultan yang menangani proyek pemerintah mengaku kesulitan mendapatkan tenaga ahli konstruksi yang andal dan berpengalaman.

“Billing rate (imbalan) yang ditetapkan pemerintah terhadap seorang insinyur terlalu rendah. Ini membuat peluang kerja di sektor konstruksi menjadi kurang menarik,” kata Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) DKI Jakarta, Peter Frans.

Ditambah lagi seorang insinyur yang bekerja sebagai konsultan tidak dibolehkan bekerja dalam 2 proyek sekaligus. Padahal kerja seorang konsultan merupakan aktifitas intelektual yang bila menyelesaikan dua proyek sekaligus bisa berhasil dengan baik tanpa mengganggu satu proyek atas proyek lainnya.

“Saat ini bila ada temuan BPKP bahwa ada seorang konsultan mengerjakan dua proyek sekaligus maka gaji yang boleh diterima hanya dari satu proyek saja. Sementara gaji proyek lainnya harus dikembalikan,” tambah Peter.


Kondisi semacam ini membuat situasi menjadi sangat dilematis. Sebab volume proyek yang ada sangat tidak seimbang dengan tenaga ahli yang tersedia dimana jumlah insinyur yang dibutuhkan saat ini hanya tersedia sepertiga dari kebutuhan.

“Jika tenaga ahli konstruksi kita tidak mencukupi tetapi tenaga ahli yang ada tidak boleh bekerja rangkap, lantas sisa pekerjaan yang ada siapa yang akan mengerjakan? Apa harus kita serahkan kepada tenaga kerja asing?” tanya Peter.

Peter mengaku tidak heran jika saat ini banyak anak muda yang berotak brilian enggan bekerja di sektor. Padahal pemerintah tengah giat-giatnya menggenjot pembangunan infrstruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

“Sekarang tenaga insinyur yang masih mau terjun ke sektor konstruksi tinggal yang KW3 dan KW5. Insinyur yang bagus-bagus sudah lari ke sektor lain seperti perbankan atau bekerja di luar negeri,” kata Peter.

Dia berharap pemerintah tidak tinggal diam. Persoalan ini harus segera dibenahi jika tidak ingin sektor jasa konstruksi ‘tergilas’ di era pasar bebas ASEAN yang tidak bisa lagi dihindari.

Ada sejumlah peraturan yang perlu direvisi. Diantaranya adanya kelonggaran aturan untuk membolehkan adanya pekerjaan rangkap untuk jenis pekerjaan tertentu.

“Memang tetap ada pekerjaan yang tidak boleh dirangkap seperti pengawas proyek. Tapi untuk seorang konsultan bisa saja mengerjakan dua proyek yang hasilnya sama-sama baik.”

Dengan dibolehkan adanya pekerjaan rangkap di sektor konstruksi Peter berharap kekurangan tenaga ahli bisa diatasi. Apalagi banyak dosen di perguruan tinggi yang memiliki keahlian bagus bisa juga ikut menyumbangkan keahliannya di luar kampus.

Selain itu pemerintah juga harus menaikan billing rate saat ini yang nilainya dianggap terlalu rendah. Dengan rendahnya imbalan yang diterima di sector jasa konstruksi seorang insinyur akan cenderung beralih ke profesi lain jika ada kesempatan.


Sumber  : poskotanews.com

0 komentar: