Rabu, 15 Juli 2015

Pakai Aplikasi Asing, Warga RI Rogoh Rp 210 Triliun per Tahun

Penggunaan aplikasi buat negara lain rupanya menyedot banyak biaya yang harus dibayarkan konsumen dan perusahaan telekomunikasi di dalam negeri.

Managing Director PT Gobsindo Utama, Sonny J Tendean mengatakan konsumen dan perusahaan telekomunikasi lokal harus membayar Rp 210 triliun per tahun untuk biaya transfer data telekomunikasi antara pengguna dengan server (bandwidth).

"Jadi industri telekomunikasi itu harus bayar sampai Rp 210 triliun per tahun untuk pemakaian bandwidth kita seperti untuk aplikasi Facebook, Whatsapp, Line," ujar Sonny di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (10/7/2015).

Dia mengakui, saat ini aplikasi dalam smartphone yang digunakan oleh masyarakat Indonesia mayoritas berasal dari luar negeri. Namun tanpa didasari, hal tersebut lebih banyak menguntungkan industri perangkat lunak (software) dan perusahaan penyedia aplikasi di negara lain.

"Itu servernya bukan Indonesia, server Whatsapp di Amerika Serikat, Line di Jepang. Tanpa disadari bandwidth kita ke sana, kita akses bandwidth internasional, bukan ke lokal, berapa juta orang pakai aplikasi itu," kata dia.

Menurut Sonny, jika masyarakat Indonesia mengguna aplikasi produksi dalam negeri, maka biaya yang harus dikeluarkan dalam penggunaan aplikasi tersebut akan masuk ke industri aplikasi di dalam negeri. Hal tersebut akan membantu industri kreatif ini tumbuh berkembang di negeri sendiri.

"Kalau kita masukkan aplikasi lokal, server di Indonesia, jadi tidak perlu belanja bandwidth keluar. Walaupun pakai Telkomsel dan lain-lain untuk belanja bandwidth Indonesia, tapi di Indonesia free. Jadi masyarakat tidak ada masalah walaupun habis pulsa, pakai saja messenger Imes,  tidak ke internasional," jelas dia.


Selain diisi oleh pemain besar yang sudah ternama, aplikasi baru terus bermunculan. Ada Catfiz Messenger buatan arek Surabaya yang telah memiliki jutaan pengguna dan diminati di Timur Tengah. Kemudian IMES (Indonesia Messenger) besutan PT Gobsindo Utama yang peluncurannya beberapa waktu lalu dihadiri sejumlah menteri dan politisi. Ternyata, masih ada satu lagi aplikasi chatting buatan developer Indonesia yaitu Stealth Messenger.


Aplikasi ini dikembangkan oleh Rockliffe System yang kantor pusatnya bermarkas di California Amerika Serikat. Stealth IM tergolong baru. Kepada Selular.ID, Silvy Fauziah, Marketing Rocliffe Indonesia mengatakan bahwa Stealth Messenger dirancang khusus untuk berfokus pada security & privacy bagi para pengguna layaknya berbicara face-to-face.


“Sejatinya, Stealth Messenger dibuat untuk menjawab kekhawatiran dari para pengguna smartphone yang secara tidak langsung merasa ‘diawasi’ aktivitasnya oleh pemerintah, bahkan konten pesan maupun panggilan pun faktanya termasuk dalam radar pengawasan,” ujar Silvy.


Wanita ini menambahkan Indonesia telah menjadi bukti nyata perihal adanya penyadapan setelah terungkap dalam dokumen rahasia yang dibocorkan mata-mata Amerika yang membelot, Edward Snowden yang menyebut nama sembilan orang lingkaran dekat istana sebagai target mata-mata. “Dari sanalah, Rockliffe System menyadari bahwa dewasa ini sangat penting untuk memiliki media komunikasi yang aman dan berdedikasi,” ungkapnya.


Yang menarik, meski kantor pusatnya berada di Amerika, ternyata yang mengembangkan aplikasi ini adalah anak bangsa. Rocliffe memiliki kantor di Indonesia tepatnya di bilangan Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta. “Proses pembuatannya sepenuhnya melibatkan tim developer dari Rockliffe Indonesia sehingga dapat dikatakan bahwa Stealth Messenger adalah hasil karya anak Bangsa dan kita patut berbangga hati,” kata Silvy menerangkan.


Rockliffe sesumbar bahwa Stealth adalah salah satu aplikasi chat teraman yang mempunyai 3 lapis keamanan yang dikembangkan dari hasil team engineer terbaik dan berpengalaman. Aplikasi dirancang untuk dapat dioperasikan dengan cepat dan efisien di perangkat Android dengan spesifikasi terendah termasuk pada jaringan selular yang buruk.


Dengan gamblang, Silvy menerangkan kemampuan aplikasi ini dibanding kompetitor dengan mengatakan, “Tidak seperti Telegram, Stealth Messenger merupakan aplikasi yang dibangun dengan prioritas keamanan berlapis untuk melindungi privasi para penggunanya.” Menurutnya, di dalam Stealth terdapat penggabungan enkripsi 3 lapis yang membuat isi obrolan, data pengguna bahkan layar obrolan aman tidak mungkin tersadap oleh siapapun bahkan dari tim pengembangnya sendiri karena tidak ada data yang tersimpan di dalam server. Menggunakan teknologi AES/EAX serta fungsi derivatif password PBKDF, aplikasi ini didukung oleh teknologi canggih dan powerful.


“Dilengkapi oleh sistem keamanan berlapis tidak menjadikan Stealth Messenger sulit untuk digunakan malah penggunaanya sama mudahnya seperti menggunakan aplikasi chatting seperti Whatsapp atau Line. Tapi bedanya dengan menggunakan stealth pengguna tidak perlu khawatir akan keamanan atau risiko isi obrolan jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab karena Stealth benar-benar sangat aman,” ujarnya berpromosi.


Liputan6.com/Selular.id

0 komentar: