Selasa, 15 Desember 2015

JOKOWI SERAHKAN DIPA 2016 RP 784,1 TRILIUN

 
-- SAL dan Obligasi Global Rp 105 T Cukupi Belanja Awal Tahun
Pemerintah memiliki dana sekitar Rp 105 triliun untuk mencukupi belanja modal dan gaji pegawai awal tahun depan, yang terdiri atas saldo anggaran lebih (SAL) Rp 55,6 triliun dan obligasi global untuk pre-funding US$ 3,5 miliar (Rp 49,3 triliun).

Dengan dana tersebut, pada Januari mendatang, proyek-proyek infrastruktur yang sudah dilelang tahun ini bisa mulai dikerjakan meski belum ada penerimaan dalam APBN 2016. Pada Senin (14/12), presiden telah menyerahkan 22.965 DIPA 2016 senilai Rp 784,1 triliun kepada kementerian/lembaga penerima anggaran.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2016 itu diserahkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12). Total ada 22.965 DIPA senilai Rp 784,1 triliun, yang terdiri atas 2.249 DIPA kantor pusat senilai Rp 523,3 triliun dan 20.716 DIPA untuk satuan kerja di daerah yang meliputi kantor vertikal, dekonsentrasi, tugas perbantuan, dan urusan bersama senilai Rp 260,8 triliun.

Setelah menyerahkan DIPA kepada penerima anggaran, Kepala Negara memerintahkan pimpinan kementerian/lembaga (K/L), gubernur, walikota, dan bupati se-Indonesia untuk secepatnya menggunakan anggaran mulai Januari mendatang.

Untuk mengantisipasi belum masuknya penerimaan negara tahun anggaran 2016 pada awal tahun, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, pemerintah telah mengeksekusi lebih awal surat berharga negara (SBN) berdenominasi dolar AS (global bond) US$ 3,5 miliar untuk pre-funding. Penerbitan ini lebih rendah dibanding tahun 2015 sebesar US$ 4 miliar pada awal Januari lalu.

“Penerbitan global bond US$ 3,5 miliar pada 2 Desember lalu cukup dalam rangka pre-funding. Apakah selanjutnya akan dilakukan penambahan, tentu semua harus dengan memperhatikan kondisi ekonomi global yang ada,” kata Robert Pakpahan di Bali, Jumat (11/12).

Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto Harjowiryono mengatakan kepada Investor Daily, belum lama ini, masih ada saldo anggaran lebih (SAL) Rp 55,6 triliun yang bisa ditarik untuk menambal defisit fiskal jika penerbitan SBN netto sudah melampaui target. SAL merupakan akumulasi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa).

“Penggunaan SAL lazimnya di awal tahun, karena penerimaan pajak belum terealisasi. Padahal, kebutuhan pembiayaan awal tahun biasanya mencapai Rp 47 triliun-50 triliun, untuk belanja rutin gaji pegawai Rp 8 triliun, dana pensiun Rp 6 triliun per bulan, plus Dana Alokasi Khusus (DAU) daerah Rp 29,5 triliun. Selain itu, untuk proyek infrastruktur, karena di awal tahun pemenang tender bisa menarik uang muka 10-15% dari kontrak, jika di akhir tahun sebelumnya tender sudah didapatkan,” paparnya.

Penggunaan SAL untuk menutup defisit ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/ PMK.05/2015. PMK menyebutkan, jika defisit melampaui target, maka akan dibiayai dengan menggunakan dana yang bersumber dari SAL, penarikan pinjaman siaga, dan penerbitan SBN.

-- Realisasi APBNP 2015 Rp 138,9 Triliun
Sementara itu, Kemenkeu memperkirakan, realisasi belanja negara hingga akhir tahun ini sekitar 93% atau Rp 1.845,2 triliun dari total pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar Rp 1.984,1 triliun. Dengan demikian akan ada pengurangan belanja negara sebanyak Rp 138,9 triliun dibanding rencana semula.

Sedangkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu memperkirakan, ada shortfall atau selisih antara realisasi dengan target penerimaan pajak (termasuk PPh migas) sebesar Rp 160 triliun tahun ini. Pasalnya, realisasi penerimaan pajak hanya sekitar 87,64% dari target APBNP 2015 sebesar Rp 1.294,3 triliun.

Target penerimaan pajak Rp 1.294,3 triliun itu mencapai 73,5% dari target pendapatan negara sebesar Rp 1.761,6 triliun dalam APBNP 2015. Di luar pajak, pendapatan negara disumbang penerimaan bea cukai sekitar Rp 194,5 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 269,1 triliun, dan hibah Rp 3,3 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan sebelumnya, perkiraan realisasi belanja negara sebesar 93% (Rp 1.845,2 triliun) hingga akhir tahun 2015 tersebut lebih rendah dibanding realisasi belanja negara tahun lalu yang mencapai 94,2% (Rp 1.767,3 triliun) dari target Rp 1.876,9 triliun.

Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serapan belanja negara per 30 November 2015 mencapai 79% (Rp 1.567,4 triliun) dari pagu Rp 1.984,1 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, serapan belanja mencapai 82,8% (Rp 1.554,6 triliun) dari pagu APBNP 2014 Rp 1.876,9 triliun.

Hingga 4 November 2015, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mencatat, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 774,5 triliun atau 59,8% dari target tahun ini Rp 1.294,3 triliun. Realisasi ini merosot 0,2% dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 72,4% dari target atau sekitar Rp 776,2 triliun.

“Namun jika dilihat dari nominalnya, realisasi belanja negara dan penerimaan tahun ini polanya jauh di atas tahun lalu. Serapan belanja negara maupun realisasi penerimaan terus bergerak dinamis,” ujar Askolani.

-- Pelaksanaan Kegiatan APBN 2016 Dimulai Januari
Saat penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2016 secara simbolis kepada 10 K/L penerima anggaran tertinggi, Senin (14/12), Presiden Jokowi meminta agar pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBN 2016 segera dimulai Januari mendatang.

K/L ini adalah Kementerian PUPR, Kementerian Pertahanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahkamah Agung, serta Kementerian Luar Negeri.

“Januari dimulai, jangan sampai terlambat. Kalau mundur dan tidak tepat sasaran akan terjadi kontraksi ekonomi. Penyerapan anggaran tidak boleh menumpuk. Pola lama harus diakhiri,” kata Kepala Negara saat penyerahan DIPA tersebut.

Hadir pada kesempatan itu antara lain Wapres Jusuf Kalla, jajaran menteri Kabinet Kerja, para gubernur, walikota, dan bupati se-Indonesia. Hadir pula Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto. Berdasarkan hasil kesepakatan pemerintah dan DPR, volume belanja negara dalam APBN 2016 sebesar Rp 2.095,7 triliun atau meningkat 5,6% dibandingkan APBNP Tahun 2015 sebesar Rp 1.984,1 triliun.

“Hal itu untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2016 sebesar 5,3%,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro saat mendampingi Presiden Joko Widodo pada penyerahan DIPA Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12).

Tahun ini, pertumbuhan ekonomi diperkirakan di bawah 5%. Sedangkan pendapatan negara dalam APBN 2016 ditetapkan Rp 1.822,5 triliun. Jumlah ini naik sekitar 3,5% dibanding pada APBNP 2015 sebesar Rp 1.761,6 triliun. 

-- Apindo Nilai Positif Penyerahan DIPA Lebih Awal
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Soekamdani menilai positif penyerahan DIPA 2016 yang lebih awal. Hal ini memungkinkan serapan belanja K/L lebih baik tahun depan.

“Jika belanja sudah bisa dieksekusi pada Januari mendatang, bukan tidak mungkin serapan anggaran 2016 bisa mencapai 95% dari target Rp 2.095,7 triliun. Hanya saja perlu diwaspadai dari sisi penerimaan (pajak maupun PNBP), agar tidak mismatch,” kata dia kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (14/12).

Serapan belanja K/L tahun depan yang diperkirakan bisa lebih besar, lanjut Haryadi, sangat bagus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ia berharap, pelaksanaan tender proyek yang bisa dimulai lebih awal terus dilanjutkan tahun-tahun berikutnya.

Dalam APBN 2016, belanja infrastruktur dinaikkan pemerintah menjadi Rp 313,5 triliun. Ini tersebar di antaranya di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 101,2 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 47,2 triliun, dana alokasi khusus Rp 57,2 triliun, dana desa untuk infrastruktur Rp 18,8 triliun, PMN Rp 40,2 triliun, dan belanja non K/L (VGF) Rp 1,1 triliun. Sedangkan belanja infrastruktur tahun ini sekitar Rp 290,3 triliun.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, menjelang tutup tahun 2015, pemerintah masih gencar mencari pendanaan untuk menutup defisit anggaran.

“Ini bukan hanya untuk anggaran tahun 2015, tapi juga untuk tahun 2016. Penerbitan utang ini merupakan pembiayaan yang dilakukan pada awal tahun (pre-funding) untuk menutupi pembiayaan proyek pada awal tahun depan. Apabila pada akhir tahun ini pemenang tender sudah didapatkan, pada awal tahun depan uang muka 10-15% harus dibayarkan,” paparnya kepada Investor Daily, Jakarta, Senin (14/12) malam.


Investor Daily --> beritasatu.com

0 komentar: