Pemerintah memiliki dana sekitar Rp 105 triliun untuk mencukupi
belanja modal dan gaji pegawai awal tahun depan, yang terdiri atas
saldo anggaran lebih (SAL) Rp 55,6 triliun dan obligasi global untuk
pre-funding US$ 3,5 miliar (Rp 49,3 triliun).
Dengan
dana tersebut, pada Januari mendatang, proyek-proyek infrastruktur
yang sudah dilelang tahun ini bisa mulai dikerjakan meski belum ada
penerimaan dalam APBN 2016. Pada Senin (14/12), presiden telah
menyerahkan 22.965 DIPA 2016 senilai Rp 784,1 triliun kepada
kementerian/lembaga penerima anggaran.
Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2016 itu diserahkan
secara resmi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara,
Jakarta, Senin (14/12). Total ada 22.965 DIPA senilai Rp 784,1
triliun, yang terdiri atas 2.249 DIPA kantor pusat senilai Rp 523,3
triliun dan 20.716 DIPA untuk satuan kerja di daerah yang meliputi
kantor vertikal, dekonsentrasi, tugas perbantuan, dan urusan bersama
senilai Rp 260,8 triliun.
Setelah
menyerahkan DIPA kepada penerima anggaran, Kepala Negara
memerintahkan pimpinan kementerian/lembaga (K/L), gubernur, walikota,
dan bupati se-Indonesia untuk secepatnya menggunakan anggaran mulai
Januari mendatang.
Untuk
mengantisipasi belum masuknya penerimaan negara tahun anggaran 2016
pada awal tahun, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu
Robert Pakpahan mengatakan, pemerintah telah mengeksekusi lebih awal
surat berharga negara (SBN) berdenominasi dolar AS (global
bond) US$
3,5 miliar untuk pre-funding.
Penerbitan ini lebih rendah dibanding tahun 2015 sebesar US$ 4 miliar
pada awal Januari lalu.
“Penerbitan
global bond
US$ 3,5
miliar pada 2 Desember lalu cukup dalam rangka pre-funding.
Apakah selanjutnya akan dilakukan penambahan, tentu semua harus
dengan memperhatikan kondisi ekonomi global yang ada,” kata Robert
Pakpahan di Bali, Jumat (11/12).
Dirjen
Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto Harjowiryono mengatakan kepada
Investor
Daily,
belum lama ini, masih ada saldo anggaran lebih (SAL) Rp 55,6 triliun
yang bisa ditarik untuk menambal defisit fiskal jika penerbitan SBN
netto sudah
melampaui target. SAL merupakan akumulasi sisa lebih pembiayaan
anggaran (Silpa).
“Penggunaan
SAL lazimnya di awal tahun, karena penerimaan pajak belum
terealisasi. Padahal, kebutuhan pembiayaan awal tahun biasanya
mencapai Rp 47 triliun-50 triliun, untuk belanja rutin gaji pegawai
Rp 8 triliun, dana pensiun Rp 6 triliun per bulan, plus Dana Alokasi
Khusus (DAU) daerah Rp 29,5 triliun. Selain itu, untuk proyek
infrastruktur, karena di awal tahun pemenang tender bisa menarik uang
muka 10-15% dari kontrak, jika di akhir tahun sebelumnya tender sudah
didapatkan,” paparnya.
Penggunaan
SAL untuk menutup defisit ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 163/ PMK.05/2015. PMK menyebutkan, jika defisit
melampaui target, maka akan dibiayai dengan menggunakan dana yang
bersumber dari SAL, penarikan pinjaman siaga, dan penerbitan SBN.
-- Realisasi APBNP 2015 Rp 138,9 Triliun
Sementara
itu, Kemenkeu memperkirakan, realisasi belanja negara hingga akhir
tahun ini sekitar 93% atau Rp 1.845,2 triliun dari total pagu
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar
Rp 1.984,1 triliun. Dengan demikian akan ada pengurangan belanja
negara sebanyak Rp 138,9 triliun dibanding rencana semula.
Sedangkan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu memperkirakan, ada shortfall
atau
selisih antara realisasi dengan target penerimaan pajak (termasuk PPh
migas) sebesar Rp 160 triliun tahun ini. Pasalnya, realisasi
penerimaan pajak hanya sekitar 87,64% dari target APBNP 2015 sebesar
Rp 1.294,3 triliun.
Target
penerimaan pajak Rp 1.294,3 triliun itu mencapai 73,5% dari target
pendapatan negara sebesar Rp 1.761,6 triliun dalam APBNP 2015. Di
luar pajak, pendapatan negara disumbang penerimaan bea cukai sekitar
Rp 194,5 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 269,1
triliun, dan hibah Rp 3,3 triliun.
Direktur
Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan
sebelumnya, perkiraan realisasi belanja negara sebesar 93% (Rp
1.845,2 triliun) hingga akhir tahun 2015 tersebut lebih rendah
dibanding realisasi belanja negara tahun lalu yang mencapai 94,2% (Rp
1.767,3 triliun) dari target Rp 1.876,9 triliun.
Sementara
itu, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serapan
belanja negara per 30 November 2015 mencapai 79% (Rp 1.567,4 triliun)
dari pagu Rp 1.984,1 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu,
serapan belanja mencapai 82,8% (Rp 1.554,6 triliun) dari pagu APBNP
2014 Rp 1.876,9 triliun.
Hingga
4 November 2015, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mencatat,
realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 774,5 triliun atau 59,8% dari
target tahun ini Rp 1.294,3 triliun. Realisasi ini merosot 0,2% dari
periode yang sama tahun lalu yang mencapai 72,4% dari target atau
sekitar Rp 776,2 triliun.
“Namun
jika dilihat dari nominalnya, realisasi belanja negara dan penerimaan
tahun ini polanya jauh di atas tahun lalu. Serapan belanja negara
maupun realisasi penerimaan terus bergerak dinamis,” ujar Askolani.
-- Pelaksanaan Kegiatan APBN 2016 Dimulai Januari
Saat
penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2016 secara simbolis kepada 10 K/L
penerima anggaran tertinggi, Senin (14/12), Presiden Jokowi meminta
agar pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBN
2016 segera dimulai Januari mendatang.
K/L
ini adalah Kementerian PUPR, Kementerian Pertahanan, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama,
Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahkamah Agung, serta Kementerian Luar
Negeri.
“Januari
dimulai, jangan sampai terlambat. Kalau mundur dan tidak tepat
sasaran akan terjadi kontraksi ekonomi. Penyerapan anggaran tidak
boleh menumpuk. Pola lama harus diakhiri,” kata Kepala Negara saat
penyerahan DIPA tersebut.
Hadir
pada kesempatan itu antara lain Wapres Jusuf Kalla, jajaran menteri
Kabinet Kerja, para gubernur, walikota, dan bupati se-Indonesia.
Hadir pula Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua DPR RI Agus
Hermanto. Berdasarkan hasil kesepakatan pemerintah dan DPR, volume
belanja negara dalam APBN 2016 sebesar Rp 2.095,7 triliun atau
meningkat 5,6% dibandingkan APBNP Tahun 2015 sebesar Rp 1.984,1
triliun.
“Hal
itu untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional
tahun 2016 sebesar 5,3%,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang
Brodjonegoro saat mendampingi Presiden Joko Widodo pada penyerahan
DIPA Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12).
Tahun
ini, pertumbuhan ekonomi diperkirakan di bawah 5%. Sedangkan
pendapatan negara dalam APBN 2016 ditetapkan Rp 1.822,5 triliun.
Jumlah ini naik sekitar 3,5% dibanding pada APBNP 2015 sebesar Rp
1.761,6 triliun.
-- Apindo Nilai Positif Penyerahan DIPA Lebih Awal
Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Soekamdani menilai
positif penyerahan DIPA 2016 yang lebih awal. Hal ini memungkinkan
serapan belanja K/L lebih baik tahun depan.
“Jika
belanja sudah bisa dieksekusi pada Januari mendatang, bukan tidak
mungkin serapan anggaran 2016 bisa mencapai 95% dari target Rp
2.095,7 triliun. Hanya saja perlu diwaspadai dari sisi penerimaan
(pajak maupun PNBP), agar tidak mismatch,”
kata dia kepada Investor
Daily di
Jakarta, Senin (14/12).
Serapan
belanja K/L tahun depan yang diperkirakan bisa lebih besar, lanjut
Haryadi, sangat bagus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Ia berharap, pelaksanaan tender proyek yang bisa dimulai lebih awal
terus dilanjutkan tahun-tahun berikutnya.
Dalam
APBN 2016, belanja infrastruktur dinaikkan pemerintah menjadi Rp
313,5 triliun. Ini tersebar di antaranya di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 101,2 triliun, Kementerian
Perhubungan Rp 47,2 triliun, dana alokasi khusus Rp 57,2 triliun,
dana desa untuk infrastruktur Rp 18,8 triliun, PMN Rp 40,2 triliun,
dan belanja non K/L (VGF) Rp 1,1 triliun. Sedangkan belanja
infrastruktur tahun ini sekitar Rp 290,3 triliun.
Direktur
Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, menjelang tutup tahun
2015, pemerintah masih gencar mencari pendanaan untuk menutup defisit
anggaran.
“Ini
bukan hanya untuk anggaran tahun 2015, tapi juga untuk tahun 2016.
Penerbitan utang ini merupakan pembiayaan yang dilakukan pada awal
tahun (pre-funding)
untuk menutupi pembiayaan proyek pada awal tahun depan. Apabila pada
akhir tahun ini pemenang tender sudah didapatkan, pada awal tahun
depan uang muka 10-15% harus dibayarkan,” paparnya kepada Investor
Daily,
Jakarta, Senin (14/12) malam.
Investor Daily --> beritasatu.com
0 komentar:
Posting Komentar