Pemerintah Tiongkok memalsukan 488 juta komentar di media sosial dalam kurun waktu satu tahun. Jumlah ini hampir menyamai total volume Twitter secara global dalam satu hari.
Menurut Mashable, berdasarkan penelitian yang dilakukan sejumlah peneliti, pemalsuan komentar ini dilakukan pemerintah Tiongkok untuk mengalihkan perhatian warganya dari berita buruk dan debat politik sensitif.
Terdapat tiga akademisi yang mempelajari permasalahan ini. Ketiganya dipimpin Gary King, ilmuwan politik di Universitas Harvard yang terspesialisasi dalam menggunakan data untuk menganalisis kebijakan politik.
Penelitian pertama yang dilakukan ketiga akademisi ini mempelajari pekerja propaganda online di Tiongkok, yang dikenal dengan nama Fifty Cent Party. Penamaan ini diberikan karena para pekerja ini dilaporkan menerima upah sebesar 50 sen mata uang Tiongkok untuk setiap post di media sosial.
Menurut masyarakat Tiongkok, kelompok Fifthy Cent Party ini bertugas untuk menghindari debat dengan kritis dan dilarang untuk mencemooh pemerintah luar negeri.
Namun, penelitian ini menyebut, sebagian besar anggota kelompok ini mengalihkan perhatian masyarakat dari topik hangat dengan menyoroti hal positif serta memuji negara dan simbol kenegaraan, atau sejarah revolusioner Partai Komunis.
Para peneliti mengaku terkejut menemukan bahwa hampir seluruh post di media sosial tersebut ditulis oleh pegawai badan pemerintahan, termasuk departemen sumber daya manusia dan pajak, serta pengadilan. Kegiatan ini dinilai turut menjadi bagian dari tugas mereka sebagai pegawai pemerintahan.
Waktu unggah komentar pada media sosial, jelas King, menunjukan adanya koordinasi. Umumnya, pekerja Fifthy Cent Party akan menjalankan tugasnya setelah protes atau gejolak sosial muncul, dan mencoba mengalihkan opini publik dengan cara yang nilai menarik oleh para peneliti, namun tidak terkait dan bersinggungan dengan topik.
Sebagai contoh, para peneliti menemukan sebanyak 1.100 post terkait China Dream, pengembangan ekonomi lokal yang muncul saat terjadi kerusuhan pada Juli 2013 di Tibet, serta terkait dengan pertemuan politisi senior di Beijing.
Metrotvnews
0 komentar:
Posting Komentar