Rabu, 01 Juni 2016

Suap Proyek Kementerian PUPR: Sekjen dan Dirjen Kementerian PUPR Diperiksa KPK

Suap Proyek Kementerian PUPR: Pengusaha AK Gelontorkan Puluhan Miliar Kepada Empat Legislator

Miliaran rupiah digelontorkan Abdul Khoir setidaknya kepada empat anggota parlemen untuk mendapatkan proyek dari program dana aspirasi.

Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir didakwa memberikan suap kepada empat anggota Komisi V DPR serta seorang pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan total uang mencapai sekitar Rp38,51 miliar.

Pemberian uang suap itu dimaksudkan agar pengusaha tersebut mendapatkan proyek dari program dana aspirasi di Maluku dan Maluku Utara, kata jaksa penuntut umum KPK Mochamad Wiraksajaya dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/4/2016).

Menurut jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama bersama-sama dengan So Kok Seng alias Aseng selaku Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa dan Hong Arta John Alfred selaku Direktur PT Sharleen Jaya (Jeco Group) memberikan uang yang seluruhnya berjumlah Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolar Singapura dan 72.727 dolar AS.

Uang itu diberikan kepada Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto masing-masing selaku anggota Komisi V DPR, kata JPU Mochamad Wiraksajaya.

Tujuannya agar pejabat Kementerian PUPR dan anggota Komisi V DPR itu mengupayakan proyek-proyek dari program asirasi DPRD disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara.

"Serta menyepakati terdakwa sebagai pelaksana proyek tersebut," tambah jaksa.

Setelah beberapa kali pembahasan, pada 28 Oktober 2015, pimpinan Komisi V dan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR menyetujui aspirasi anggota Komisi V DPR untuk proyek di Maluku dan Maluku Utara yaitu pertama, proyek Pelebaran jalan Tehoru-Laimmu senilai Rp41 miliar sebagai program aspirasi Damayanti.

Kedua, proyek rekonstruksi Jalan Werinamu-Laimu senilai Rp5 miliar sebagai program aspirasi anggota Komisi V dari fraksi Golkar daerah pemilihan Jawa Tengah Budi Supriyanto.

Ketiga, proyek pembangunan jalan kontainer ruas Jailolo-Mutui Maluku senilai Rp30 miliar, jalan Boso-Kau senilai Rp40 miliar, pembangunan jalan Wayabula-Sofi senilai Rp30 miliar, peningkatan jalan Wayabula-Sofi Rp70 miliar dan jalan Mafa-Matuting senilai Rp10 miliar yang seluruhnya program aspirasi Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN Andi Taufan Tiro yang berasal dari dapil Sulawesi Selatan.

Keempat, proyek jalan Laimu-Werinama senilai Rp50 miliar, jalan Haya-Tehoru senilai Rp50 miliar, jalan Aruidas-Arma senilai Rp50 miliar, jalan Tehoru-Laimu senilai RP50 miliar, jalan Piru-Waisala senilai Rp50,44 miliar, jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar yang semuanya program aspirasi Kapokosi PKB Musa Zainuddin dari dapil Lampung.

Abdul Khoir dan kawan-kawan memberikan suap kepada Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura; kepada Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB Komisi V Musa Zainuddin menerima Rp3,8 miliar dan 328.377 dolar Singapura, Kapoksi PAN Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar; Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp3,28 miliar dan 72.727 dolar AS serta Budi Supriyanto menerima 305 dolar Singapura.

Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.Dua petinggi dari Kementerian PUPR hari ini diperiksa KPK.


Suap Proyek Kementerian PUPR: Sekjen dan Dirjen Kementerian PUPR Diperiksa KPK

Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjoyono dan Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hediyanto W Husaini diperiksa terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi suap proyek di kementerian tersebut.

"Hari ini untuk saksinya Pak Taufan Tiro dan Amran," kata Taufik saat tiba di gedung KPK Jakarta, Rabu (1/6/2016).

Namun Taufik enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai pemeriksaannya tersebut. Sedangkan Hediyanto tidak berkomentar apapun.

Andi Taufan Tiro disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam tuntutan Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, Andi Taufan Tiro disebut menerima uang senilai total Rp2,2 miliar dan 206.718 dolar miliar agar Andi meloloskan proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara yaitu jalan Wayabula-Sofi.

Pemberian tahap pertama sebesar 206.718 dolar Singapura yang dilakukan pada 9 November 2015 yang diberikan di ruang kerja Andi di gedung DPR oleh Abdul Khoir dan Imran S Djumadil.

Namun Andi selalu membantah hal tersebut, bahkan dalam sidang pada 25 April 2016, Andi Taufan membantah pernah menerima uang tersebut.

Sedangkan kepada Amran disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pemberian uang kepada Amran Hi Mustary sejumlah Rp15,606 miliar dan 223.270 dolar Singapura dan 1 telepon selular Iphone 6 senilai Rp11,5 juta.


SUAP KEMENTERIAN PUPR: Hindari Wartawan, Dirjen Bina Marga Hampir Jatuh

Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hediyanto W. Husaini hampir terjatuh saat menghindari awak media di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hediyanto yang datang mengenakan kemeja putih, begitu melihat awak media langsung menghindar dan segera memasuki ruang tunggu KPK. Karena terburu-buru kakinya sempat tersandung tangga KPK. Walhasil dia sempat terhuyung sebelum diselamatkan oleh dua orang yang mendampinginya.

Plh Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak menyatakan, Hediyanto diperiksa sebagai saksi tersangka Andi Taufan Tiro yang merupakan anggota Komisi V DPR RI. "Ya dia diperiksa sebagai tersangka untuk tersangka ATT," kata Yuyuk, Rabu (1/6/2016).

Selain memeriksa Hediyanto, penyidik lembaga antikorupsi juga memeriksa Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjojono. Taufik datang lebih awal. Dia datang ditemani oleh dua orang pegawai dari Kementerian PUPR yang mengenakan kemeja putih.

Skandal suap terkait proyek Infrastruktur di Kementerian PUPR mencuat setelah KPK menangkap anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti. Dia diduga menerima uang senilai Sing$99.000 dari pengusaha Abdul Khoir.

KPK juga menyasar sejumlah pejabat di Kementerian PUPR. Kamis (24/3) lalu KPK menggeledah kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dalam penggeledahan itu mereka menyita sejumlah dokumen dan barang elektronik yang diduga berkaitan dengan suap tersebut.

Adapun dalam kasus ini KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus tersebut. Ketujuh orang itu yakni Amran HI Mustary, Damayanti Wisnu Putranti, Dessy A Edwin, Julia Prasetyarini, Andi Taufan Tiro, Budi Supriyanto, Abdul Khoir.

KPK juga mencatat sudah ada tiga orang yang mengembalikan uang tersebut. Orang pertama yang mengembalikan uang itu yakni tersangka Budi Supriyanto. Budi melalui pengacaranya mengembalikan uang senilai SIN$305.000, uang tersebut diduga diterima politisi Golkar itu dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir.

Pengembalian juga dilakukan oleh Damayanti, pengembalian pertama senilai Rp1,1 miliar sedangkan pada Senin (20/3) dia mengembalikan uang senilai SIN$240.000. Uang itu diluar yang dia peroleh dalam operasi tangkap tangan pada Januari lalu.

KPK menengarai ada dua kemungkinan asal-usul uang itu, kalau tidak berasal dari proyek yang berbeda, duit itu dari orang yang berbeda. 

Orang terakhir adalah seorang saksi. Nominal uang yang dikembalikan senilai Rp300 juta. Belakangan saksi yang mengembalikan itu adalah fungsionaris PDI Perjuangan, uang itu juga diduga digunakan untuk memenangkan Wali Kota Semarang terpilih Hendrar Prihadi dalam Pilkada 2015 lalu.

Bisnis.com

0 komentar: