***
Hampir semua sektor usaha mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih, termasuk Indofood.
***
Seperti sudah diduga sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan menguat terbatas. Setelah triwulan I-2015 hanya tumbuh 4,7%, kuartal II ini diprediksi hanya tumbuh 4,9%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi semester yang sama di tahun sebelumnya sebesar 5,1%. Artinya, masih jauh untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang ditetapkan sebesar 5,7%.
Lantas bagaimana semester II ini? Biasa, yang muncul aneka ramalan. Bank Indonesia sendiri optimistis, ekonomi akan tumbuh di atas 5%. Dan pertumbuhan ini akan berlanjut hingga tahun depan.
Tapi sebagian ekonom justru berpandangan sebaliknya. Mereka bilang, semester ini pertumbuhan masih akan melemah. Direktur Global Market HSBC Ali Setiawan misalnya, meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester II tidak akan banyak perubahan dari semester I. Meskipun pemerintah optimistis ekonomi akan tumbuh kuat
Indikatornya, antara lain, pertumbuhan sektor industri masih dalam keadaan melemah. Harga komoditas belum terlalu bergerak dan konsumsi masyarakat yang juga masih lemah. Bahkan dia menilai kenyataannya tidak sesuai dengan yang dikatakan pemerintah, pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa 5%, secara ekonomi aktivitasnya slowing down.
Selain itu, pertumbuhan industri otomotif juga melambat. Penurunan penjualan kendaraan roda dua mencapai 23%, sedangkan roda empat turun sebesar 18%. Dan mendekati libur Lebaran penjualannya belum naik.
Walhasil, belum terlihat di semester II pertumbuhan bisa naik secara drastis. Sementara itu, permintaan ekspor komoditas dari China dan India masih lemah.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Sebenarnya, depresiasi rupiah bisa membantu mengurangi tekanan impor, dan diharapkan membantu sisi ekspor. Namun, sampai saat ini belum bisa diliat hasilnya. Sebab, ekspor yang diandalkan yakni komoditas belum naik banyak.
Kondisi yang belum jelas dari utang Yunani juga ikut membebani, walau secara tidak langsung. Tapi ingat, di pasar modal juga investor dari Eropa cukup banyak. Jadi, kalau kisruh ini berkelanjutan, dampaknya kemungkinan para pemodal dari negara-negara Eropa akan menarik portofolio dari negara berkembang terbuka.
Nah, karena faktor-faktor itulah para ekonom memprediksi pada semester II ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tak akan mencapai 5%. Memang, ada upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan melalui insentif fiskal. Tapi dinilai belum berdampak. Misalnya insentif pajak secara utilitas dinilai belum banyak yang menikmati.
Singkat kata, ke depan perekonomian kita masih gonjang-ganjing dan rawan terpeleset dalam resesi. Upaya-upaya yang dilakukan tak bisa diharapkan. “Ah, tidak ada super solution,” hibur menteri keuangan belum lama ini.
Tapi, apapun, solusi itu harus ditemukan. Sebab dampak pesimisme ini sudah merebak ke banyak sektor. Industri properti dan otomotif menjadi yang paling terpukul. Industri semen yang awalnya diprediksi melesat naik ternyata kena imbasnya, dan industri makanan sekelas Indofood, juga ikut mengalami penurunan pandapatan dan laba bersih. Investor tidak begitu yakin berita buruk sudah keluar semuanya. Bahwa situasi lebih buruk masih akan menghadang di kemudian hari merasuki banyak investor di pasar modal kita terutama di pasar saham.
Ada seorang pegusaha bilang, kalau dagangan sekelas mie instan (indomie) turun banyak, berarti kita sudah gawat. Nah, akankah kita menunggu sampai terjungkal? Dan tetap terlena oleh ramalan (atau tepatnya khayalan) yang menyatakan pertumbuhan di kuartal II akan lebih bagus.
Indonesianreview.com
0 komentar:
Posting Komentar