Pola pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang turun sejak
awal tahun 2015 mirip dengan pola pergerakan di tahun 2008. Berbeda
dengan tahun 2013 yang turun secara curam, IHSG kali ini turun lebih
landai seperti yang terjadi saat krisis tahun 2008.
Pada tahun 2008 IHSG anjlok 50 persen menjadi 1.340,89 dari tahun
sebelumnya 2.714,55. Sementara tahun ini sejak awal tahun sampai dengan
hari ini (25/9) IHSG sudah merosot 19,4 persen menjadi 4.209,44 dari
tahun lalu 5.226,95.
Menurut Djoko Rahardjo, Direktur Utama penasihat investasi D'Origin
mengatakan memang secara grafik pola penurunan IHSG mirip dengan tahun
2008. Tetapi secara fundamental, kondisi saat ini jauh lebih baik
dibandingkan dengan tahun 2008.
Krisis yang terjadi pada tahun 2008 terjadi akibat krisis di suatu
negara yaitu Amerika yang terkena masalah lonjakan harga properti dan
likuiditas menyempit. Sedangkan kali ini, Amerika justru sedang
kebanjiran likuiditas karena terdorong sentimen kenaikan suku bunga
acuan di Amerika. "Masalahnya kali ini justru karena ketidakjelasan
Amerika menaikkan suku bunga menimbulkan ketidakpastian yang
berkepanjangan," kata Djoko saat dihubungi Bareksa.
Akibatnya banyak investor yang memilih menahan dananya. Begitupun di
sektor riil, banyak pihak yang menahan melakukan pembelian properti
karena menunggu sampai Amerika memberikan kepastian menaikkan suku bunga
atau tidak.
Grafik: Pergerakan IHSG 2008 & 2015
sumber : Bareksa |
Jika Amerika terus menahan ketidakpastian ini, Djoko melihat tetap
ada kemungkinan pelemahannya akan sedalam 2008 dipengaruhi oleh
volatilitas pelemahan rupiah yang meningkat mulai bulan juli 2015.
Kurang dari dua bulan, nilai tukar rupiah ambrol dari kisaran Rp13.300
per dolar ke Rp14.600 atau turun 9 persen.
Polanya sama dengan 2008 dimana volatilitas pelemahan rupiah
meningkat dalam waktu yang relatif singkat. September 2008 rupiah masih
berada di level Rp9.300 per dolar, kemudian pada November 2008 --dua
bulan setelahnya-- rupiah sudah berada di level Rp12.400 per dolar. Hal
tersebut mendorong indeks ke level terendah yakni 1.141,40 pada tanggal
24 November 2008.
Tapi, setelah dolar menyentuh level pisikologis baru, IHSG bergerak sideways (mendatar), sebelum akhirnya mulai mengalami penguatan di bulan maret 2009.
Pemerintahpun sudah berusaha penuh untuk menjaga stabilitas nilai
tukar rupiah. Cadangan devisa terus digunakan Bank Indonesia untuk
melakukan intervensi.
Djoko menambahkan sebetulnya secara fundamental, nilai investasi di
Indonesia sudah sangat murah. Tapi lagi-lagi jika Amerika masih terus
mempertahankan kepentingannya, mau tidak mau Indonesia ikut terseret
layaknya negara berkembang yang lain
Grafik: IHSG & Rupiah 2008 & 2015
Sumber : Bareksa |
Bareksa.com
0 komentar:
Posting Komentar