Senin, 28 September 2015

Pola Ambrolnya IHSG Mirip Tahun 2008, Lemahnya Rupiah Jadi Pemicu



Pola pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang turun sejak awal tahun 2015 mirip dengan pola pergerakan di tahun 2008. Berbeda dengan tahun 2013 yang turun secara curam, IHSG kali ini turun lebih landai seperti yang terjadi saat krisis tahun 2008.

Pada tahun 2008 IHSG anjlok 50 persen menjadi 1.340,89 dari tahun sebelumnya 2.714,55. Sementara tahun ini sejak awal tahun sampai dengan hari ini (25/9) IHSG sudah merosot 19,4 persen menjadi 4.209,44 dari tahun lalu 5.226,95.

Menurut Djoko Rahardjo, Direktur Utama penasihat investasi D'Origin mengatakan memang secara grafik pola penurunan IHSG mirip dengan tahun 2008. Tetapi secara fundamental, kondisi saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2008.

Krisis yang terjadi pada tahun 2008 terjadi akibat krisis di suatu negara yaitu Amerika yang terkena masalah lonjakan harga properti dan likuiditas menyempit. Sedangkan kali ini, Amerika justru sedang kebanjiran likuiditas karena terdorong sentimen kenaikan suku bunga acuan di Amerika. "Masalahnya kali ini justru karena ketidakjelasan Amerika menaikkan suku bunga menimbulkan ketidakpastian yang berkepanjangan," kata Djoko saat dihubungi Bareksa.

Akibatnya banyak investor yang memilih menahan dananya. Begitupun di sektor riil, banyak pihak yang menahan melakukan pembelian properti karena menunggu sampai Amerika memberikan kepastian menaikkan suku bunga atau tidak.

Grafik: Pergerakan IHSG 2008 & 2015
sumber : Bareksa

Jika Amerika terus menahan ketidakpastian ini, Djoko melihat tetap ada kemungkinan pelemahannya akan sedalam 2008 dipengaruhi oleh volatilitas pelemahan rupiah yang meningkat mulai bulan juli 2015. Kurang dari dua bulan, nilai tukar rupiah ambrol dari kisaran Rp13.300 per dolar ke Rp14.600 atau turun 9 persen.
Polanya sama dengan 2008 dimana volatilitas pelemahan rupiah meningkat dalam waktu yang relatif singkat. September 2008 rupiah masih berada di level Rp9.300 per dolar, kemudian pada November 2008 --dua bulan setelahnya-- rupiah sudah berada di level Rp12.400 per dolar. Hal tersebut mendorong indeks ke level terendah yakni 1.141,40 pada tanggal 24 November 2008.  

Tapi, setelah dolar menyentuh level pisikologis baru, IHSG bergerak sideways (mendatar), sebelum akhirnya mulai mengalami penguatan di bulan maret 2009.

Pemerintahpun sudah berusaha penuh untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Cadangan devisa terus digunakan Bank Indonesia untuk melakukan intervensi.

Djoko menambahkan sebetulnya secara fundamental, nilai investasi di Indonesia sudah sangat murah. Tapi lagi-lagi jika Amerika masih terus mempertahankan kepentingannya, mau tidak mau Indonesia ikut terseret layaknya negara berkembang yang lain



Grafik: IHSG & Rupiah 2008 & 2015
Sumber : Bareksa


Bareksa.com

0 komentar: