
Selain mangkraknya skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS),
tersendatnya percepatan pembangunan proyek infrastruktur juga disebabkan
karena lambatnya pengambilan keputusan dan ketegasan pemerintah.
Padahal
di waktu bersamaan para mitra baik swasta, investor lokal dan
internasional juga menantikan sinyal dan arahan yang jelas tentang aspek
kontrak, penjaminan, pembiayaan proyek hingga pengaturan porsi
pemerintah dalam ekuitas.
Beberapa proyek-proyek KPS yang masih
tak jelas nasibnya antara lain Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Umbulan, SPAM Lampung, kereta Bandara Soekarno Hatta, Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) Batang dan Pelabuhan Cimalaya.
Komisaris PT Jababeka Infrastruktur Bernardus Djonoputro kepada Kompas.com mengatakan,
nilai proyek KPS yang mangkrak tersebut setara Rp20 triliun-Rp30
triliun. Seluruh total pembangunan infrastruktur di Indonesia pun
ditaksir membutuhkan ongkos hingga Rp6.000 triliun.
"Proyek-proyek
tersebut belum jalan sampai sekarang atau dibatalkan. Perluasan Kali
Baru Tanjung Priok, kereta bandara, semula akan dilakukan dengan skema
KPS, namun dibatalkan dan dijadikan proyek BUMN," kata Bernardus.
Unit
Kerja KPS pun perlu dibentuk untuk menangani proyek yang diputuskan
menggunakan skema KPS, dikelola profesional, dengan tugas melakukan
persiapan proyek, penjaringan calon investor, tender sampai pelaksanaan
katanya.
Sebelumnya, Australia telah berkomitmen membantu Indonesia
melalui kemitraan ekonomi dengan ditandai pembaruan dana bantuan
pengembangan infrastruktur senilai 300 juta dollar Australia (sekitar
Rp2,9 triliun) untuk jangka waktu 10 tahun.
Bantuan dana ini
dinilai akan meningkatkan dampak investasi Pemerintah Indonesia di
bidang infrastruktur dan mendorong minat sektor swasta kedua negara.
Salah
satu proyek KPS yang saat ini sedang dikebut adalah pembangunan PLTU
Batang dengan kapasitas 2x1.000 megawatt yang ditargetkan rampung pada
tahun depan. Proyek ini adalah proyek showcase KPS skala besar pertama dengan nilai lebih dari USD 4miliar.
Presiden
Joko Widodo menegaskan, skema KPS yang didasarkan pada proses yang
terbuka, kompetitif, transparan dan akuntabel harus menjadi contoh untuk
pola kerjasama pembangunan infrastruktur pemerintah dan swasta di
Indonesia.
Namun begitu, rencana besar Jokowi itu justru
mendapatkan halangan tersendiri dari para petani lokal di Batang, Jawa
Tengah, yang menolak meninggalkan lahannya untuk proyek itu. Para
petani, yang dibantu oleh organisasi lingkungan nirlaba Greenpeace itu
mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung perihal aturan pembelian lahan itu.
"Kira-kira akhir tahun, persidangannya akan rampung," kata Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, seperti yang dilansir dalam Bloomberg.com. "Dan setelah itu, kita akan mulai bekerja. Ini sangat penting. Ini proyek yang sayangat besar."
Para
petani pun tidak mau kalah. Jika MA membatalkan tuntutan mereka, maka
mereka akan tetap mengajukan banding atas putusan itu, meskipun
prosesnya membutuhkan masukan bukti baru. Para petani juga menegaskan
tidak akan meninggalkan tanah mereka apapun yang terjadi.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pembangunan sarana
infrastruktur bisa menjadi salah satu solusi untuk menahan perlambatan
ekonomi yang saat ini sedang terjadi.
"Perlambatan sudah terjadi,
sekarang kita harus mempunyai sektor andalan untuk menahan perlambatan.
Kita dorong belanja pemerintah harus masuk ke infrastruktur," katanya
seperti dikutip Antara di Jakarta. Bambang menjelaskan sarana infrastruktur memiliki "multiplier effect"
yang besar dalam mendorong perekonomian, antara lain ketika dalam masa
pembangunan, infrastruktur bisa menyerap tenaga kerja yang besar.
Selain
itu, pembangunan infrastruktur seperti jembatan maupun jalan raya bisa
mendorong penjualan baja, besi serta material lainnya sehingga secara
tidak langsung mampu meningkatkan pertumbuhan sektor konstruksi. Dan
setelah sarana infrastruktur terbangun, dampaknya bisa mendorong
konektivitas dan perbaikan sistem logistik serta memberikan kontribusi
secara berkelanjutan kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
beritagar.id
0 komentar:
Posting Komentar