Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta agar pengembang menanggung biaya konstruksi infrastruktur atas kompensasi pelampauan koefisien lantai bangunan meski terjadi pembengkakan biaya selama proyek berlangsung.
Asisten Sekretaris Daerah DKI Jakarta Bidang Pembangunan Gamal Sinurat mengatakan, potensi kelebihan biaya bisa terjadi jika proyek tersebut memakan waktu lebih dari setahun atau multiyears.
"Rencana anggaran biaya pembangunan yang bikin pengembang. Pemerintah tinggal terima jadi. Kalau ada kelebihan bayar ya, mereka yang tanggung," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (22/5).
Menurutnya, pengembang harus memerhatikan tahap perencanaan, termasuk pembuatan rencana anggaran biaya sebelum menandatangani perjanjian kerja sama pembayaran kompensasi pelampauan koefisien lantai bangunan (KLB).
Dia menuturkan, biaya rencana anggaran biaya harus disesuaikan dengan nilai kompensasi yang dapat dihitung secara mendetail oleh pengembang dan pemerintah.
Rumus penghitungan pelampauan KLB tertuang dalam Peraturan Gubernur No. 175/2015 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai KLB.
Setelah itu, Pemprov DKI akan meminta agar pengembang membangun infrastruktur atau fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat, misalnya, jalan layang nontol, rumah susun sederhana sewa (rusunawa), hingga jembatan penyeberangan orang.
"Pengembang yang menunjuk kontraktor dan konsultan proyek. Jadi, lelangnya dilakukan oleh internal perusahaan bukan di Pemprov DKI," lanjutnya.
Jika di tengah jalan terjadi pembengkakan biaya, kata Gamal, hal tersebut harus dibicarakan oleh pengembang dan kontraktor pemenang lelang.
Apabila nilai proyek bertambah, Pemprov DKI bersedia menambah klausul pasal dengan cara membuat adendum kontrak kerja sama.
"Adendum bisa dilakukan ketika terjadi dua hal. Pertama, ada pembengkakan biaya konstruksi. Kedua, nilai aset jauh di bawah taksiran tim appraisal independen," katanya.
TERUS BERTAMBAH
Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta Edy Junaedi mengatakan, permohonan izin pelampauan KLB terus bertambah seiring dengan banyaknya pengembang yang ingin melakukan ekspansi bangunan secara vertikal di Jakarta.
"Dari Agustus 2015 sampai sekarang ada 21 pengembang maupun perorangan yang mengajukan pelampauan KLB," ujarnya.
Dia menuturkan setelah pengembang mengajukan dokumen pelampauan KLB, pihaknya akan mendiskusikan hal tersebut kepada Gubernur DKI Jakarta dalam Rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
Jika permohonan tersebut disetujui, lanjutnya, Pemprov DKI akan mengonversi nilai yang sudah dihitung menjadi fasilitas umum.
"Fasilitas umum tergantung kebutuhan. Bisa rusunawa, jalan raya, sampai jembatan penyeberangan orang," ungkapnya.
Ketua DPD Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta Amran Nukman mengemukakan, terbitnya Pergub No. 175/2015 mampu memberikan kepastian bagi pengembang yang ingin melakukan ekspansi secara vertikal.
Pemprov DKI, paparnya, juga melibatkan pengembang ketika menyusun dasar hukum tersebut.
"Walaupun indeksnya lebih besar dari yang kami harapkan, indeks-indeks tersebut sudah merupakan hasil optimal untuk keadaan yang win-win solution bagi pihak Pemprov DKI dan pengembang," katanya.
Dia menuturkan, banyaknya pengembang yang tertarik membayar kompensasi pelampauan KLB lantaran luas lahan yang bisa dibebaskan di pusat kota semakin langka.
Dengan adanya aturan pelampauan KLB, pengembang memiliki pilihan untuk meninggikan KLB sesuai dengan aturan di tiap-tiap zona bisnis yang tersebar di lima wilayah Kota Jakarta.
"Pengembang tinggal melakukan hitungan bisnis yang cermat saja. Kalau nilai kompensasinya masuk ya, tinggal ikuti prosedur lalu eksekusi membangun proyek infrastruktur yang diminta," lanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar