Geliat investor asing, terutama asal Korea Selatan dan China, untuk memburu bank lokal dalam lima tahun terakhir kian agresif.
Sebaliknya, penanam modal domestik terkesan tidak antusias menyuntikkan dana segar ke industri perbankan. Meskipun begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan tidak semua investor asing bisa mencaplok bank di Tanah Air.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan memberikan izin bagi investor yang ingin memiliki saham bank di atas 40% dengan syarat mengakuisisi lebih dari satu bank.
“Untuk investor asing, tidak semuanya boleh masuk. Harus negara yang kami sudah punya kerjasama karena nanti ada resiprokal,” ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Sejak 2012, batas pemilikan investor di industri perbankan dibatasi menjadi 40% untuk lembaga keuangan bank dan 30% untuk lembaga keuangan nonbank. Adapun, investor individu hanya boleh memiliki saham sebanyak 20%. Ketentuan ini tercantum dalam PBI No.14/8/PBI/2012.
Dalam perkembangannya, investor asing gencar memiliki saham bank di atas 40%. Teranyar, Shinhan Bank, asal Korsel, yang telah mengakuisisi dua bank yaitu PT Centratama Nasional Bank dan PT Bank Metro Express.
Keduanya kemudian dimerger menjadi PT Bank Shinhan Indonesia. Investor asal Korsel lainnya, APRO Financial Co. Ltd. pun berencana melakukan akuisisi PT Bank Andara, tetapi hingga saat ini belum diketahui siapa bank kedua yang bakal diakuisisi.
Selain itu, yang sedang dalam proses adalah aksi China Construction Bank dalam mengakuisisi PT Bank Windu Kentjana Tbk. Bank asal China itu akan mengambil 51% kepemilikan saham di emiten berkode MCOR itu. Sebelum aksi korporasi rampung, Bank Windu akan terlebih dulu melakukan akuisisi terhadap PT Bank Antar Daerah.
Di sisi lain, dalam lima tahun terakhir, sudah ada dua bank asal Korea Selatan lainnya yang mengakuisisi bank di Indonesia dan melakukan merger. Salah satunya,Woori Bank yang melakukan merger terhadap PT Bank Woori Indonesia dengan PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. pada akhir 2014.
Terakhir, Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ kembali mengutarakan niatnya untuk mengakuisisi salah satu bank di Indonesia.
Josua Pardede, ekonom PT Bank Permata Tbk. berpendapat ketertarikan investor asing disebabkan masih menariknya sektor ter sebut. “Selain itu, credit to gross domestic product Indonesia masih cukup rendah, yakni sekitar 34%. Potensi ekspansi kredit masih terbuka lebar,” jelasnya.
A.Tony Prasetiantono, ekonom Universitas Gadjah Mada, menilai kebijakan mengakui sisi lebih dari 40% dengan syarat akuisisi minimal dua bank itu adalah insentif untuk mendorong konsolidasi bank semakin cepat. Pasalnya, selama ini konsolidasi terkesan sangat lambat sekali.
“Namun, porsi investor asing sebaiknya harus dijaga agar tidak terlalu mendominasi. Nah, untuk itu harus menunggu RUU Perbankan yang baru itu kan,” ujarnya.
INVESTOR LOKAL
Di sisi lain, Tony menilai kurangnya aksi investor lokal untuk mengakuisisi bank lokal karena beberapa bank masih belum rela untuk menjualnya.
“Bank lokal terutama yang kecil sulit melepas sahamnya terutama kepada investor lokal. Pasalnya, mereka harus diyakinkan sang investor mempunyai bantalan modal yang kuat dan potensi suntikan modal tiap tahun agar tetap bisa bersaing,” ujarnya.
Untuk investor lokal, sepanjang lima tahun terakhir baru dua investor yang melakukan akuisisi terhadap bank, yaitu pertama, PT MNC Kapital Indonesia Tbk. yang mengakuisisi PT Bank ICB Bumiputera pada 2014 yang berubah nama menjadi PT Bank MNC Internasional Tbk. MNC Kapital Indonesia itu pun tengah menjajaki untuk mengakuisisi satu bank lagi.
Kedua, PT Banten Global Development (BGD) yang ingin mengakuisisi PT Bank Pundi Indonesia Tbk. untuk dijadikan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulya E. Siregar mengatakan kewajiban akuisisi dua bank jika ingin mencaplok saham di atas 40% itu dilakukan untuk mendukung konsolidasi bank di Indonesia.
“Jumlah bank di Indonesia kan sudah terlalu banyak ada 118, Jadi kalau ada investor yang mau masuk harus sudah ada action plan bank apa saja yang akan diakuisisi dan nantinya dimerger,” ujarnya.
Sementara itu, aksi BGD mengakuisisi Bank Pundi Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengecualian karena investor lokal yang berencana mengambil alih itu tidak diwajibkan mengakuisisi dua bank.
Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, menjelaskan BGD akan diperbolehkan akuisisi lebih dari 40% saham Bank Pundi karena berniat mengubah Bank Pundi menjadi BPD. “Kami anggap ini sebagai penyelamatan.”
Source : Bisnis Indonesia (20/6/2016)
0 komentar:
Posting Komentar